Senin, 18 April 2011

nuklir sebagai sumber energi listrik

Saat ini sedang ramai dibicarakan rencana pemerintah untuk menggunakan nuklir sebagai sumber energi listrik untuk Jawa. Tempat untuk membangun reaktor nuklir ada beberapa lokasi antara lain Gunung Muria (Jepara, Jawa Tengah), Palau Madura (Jawa Timur), dan Banyuwangi (Jawa Timur). Akan tetapi masyarakat di lokasi yang dipilih, mati-matian menolak rencana pemerintah tersebut. Bahkan terakhir masyarakat Madura menyatakan menolak. Ketika pertama kali dihembuskan rencana membangun reaktor nuklir di Gunung Muria beberapa tahun silam, berbagai elemen masyarakat ramai-ramai menolaknya. Cukup lama rencana tersebut dibenamkan sampai akhirnya muncul lagi. Ketika rencana penggunaan energi nuklir mulai disosialisasikan kembali, terjadi ledakan di Laboratorium Kimia Pusat Pengembangan Industri Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional di Kompleks Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek), Serpong, Tangerang, Banten, awal pekan lalu (10/9/07). Polisi dan Batan memastikan tidak ada dampak radiasi zat radioaktif dari kejadian tersebut. Kita lega. Namun bagi masyarakat, kejadian tersebut tetap mencemaskan. Bagaimana pemerintah mau membangun reaktor nuklir kalau di Puspitek saja bisa jebol. Apalagi ini bukan kejadian pertama. Pada 31 Agustus 1994 telah terjadi ledakan di gudang Pusat Penelitian Teknologi Keselamatan Reaktor Batan. Saat itu seorang karyawan tewas.

Dalam benak masyarakat sudah tertanam, nuklir itu berbahaya. Itu tak salah. Negara pengguna reaktor nuklir di Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat masih pusing memikirkan tempat pembuangan sampah nuklir mereka. Sampah radioaktif bisa menyebabkan munculnya berbagai penyakit mematikan.

Ledakan yang terjadi di Puspitek Serpong kembali “meledakkan” pro-kontra pemanfaatan energi nuklir. Catatan penting dari ledakan itu, penggunaan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) memang ada risikonya. Apa yang terjadi di Three Mile Island, AS (1979), dan Chernobyl, Rusia (1986), adalah contoh bagaimana risiko teknologi nuklir.

Akan tetapi nuklir tidak hanya menampakkan wajah yang menakutkan. Nuklir adalah sumber energi listrik luar biasa. Di Puspitek Serpong saja sudah banyak riset dilakukan yang bermanfaat untuk keperluan medis, industri, dan pertanian serta mengukur kadar pencemaran udara. Cukup banyak produk penelitian yang dihasilkan dalam beberapa tahun terakhir, meskipun kalau dibandingkan dengan penelitian di negara lain, apa yang kita hasilkan masih tertinggal jauh. Terlepas dari itu, apa yang diungkapkan ini menunjukkan wajah ramah dari nuklir.

Pemerintah telah memasukkan energi nuklir ke dalam kelompok energi baru dan terbarukan untuk mengatasi krisis suplai listrik di Jawa. Manusia membutuhkan dan menerima teknologi karena dapat memberikan solusi. Namun penemuan satu teknologi akan menimbulkan masalah yang harus diatasi dengan penemuan teknologi baru yang lebih efektif. Pengguna teknologi perlu menyadarinya untuk senantiasa melakukan perbaikan atau penyempurnaan dalam menghadapi risiko karena teknologi tinggi selalu mempunyai risiko jika diterapkan. Namun penerapannya bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan kemampuan dan nilai-nilai baru.

Lantas kita sudah siap dengan nuklir? Penerapan teknologi tinggi seperti PLTN selalu membutuhkan disiplin dan memperhatikan detail। Orang Jerman mengatakan, setan ada dalam detail. Artinya, memperhatikan detail penting untuk mengurangi risiko. Ketika mengunjungi Puspitek Serpong Juli lalu, Presiden Yudhoyono mengatakan, bangsa Indonesia kurang teliti, kurang cepat, kurang inovatif, dan kurang mengembangkan bidang riset dan teknologi. Lantas, apa kita sudah siap untuk membangun PLTN?

Suara Pembaruan, 18 September 2007

0 komentar:

Posting Komentar | Feed

Posting Komentar



 

./This is it Copyright © 2010 by Bagus